Kamis, 19 Agustus 2010

Fatwa : Larangan menyingkat kata shallallahu 'alaihiwasallam (SAW), subhanahu wata'ala (SWT) dan lain sebagainya !! Ni Gan Penjelasannya !!.




Penulisan shalawat kepada Nabi (shallallahu 'alaihiwasallam) tidak selayaknya untuk disingkat dengan 'SAW' atau yang semisalnya.Termasuk dalam hukum ini juga adalah penulisan subhanahu wata'ala disingkatmenjadi SWT, radhiyallahu 'anhu menjadi RA, 'alaihissalam menjadi AS, dansebagainya. Berikut penjelasan Al-Imam Asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillahbin Baz rahimahullah disertai dengan perkataan ulama salaf terkait denganpermasalahan ini.

Sebagaimana shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam itu disyari'atkanketika tasyahhud di dalam shalat, disyari'atkan pula di dalamkhuthbah-khuthbah, do'a-do'a, istighfar, setelah adzan, ketika masuk masjid dankeluar darinya, ketika menyebut nama beliau, dan di waktu-waktu yang lain, makashalawat ini pun juga ditekankan ketika menulis nama beliau, baik di dalamkitab, karya tulis, surat, makalah, atau yang semisalnya.

Dan yang disyari'atkan adalah shalawat tersebut ditulis secara sempurna sebagairealisasi dari perintah Allah ta'ala kepada kita, dan untuk mengingatkan parapembacanya ketika melalui bacaan shalawat tersebut.

Tidak seyogyanya ketika menulis shalawat kepada Rasulullah dengan singkatan'SAW'[1] atau yang semisal dengan itu, yang ini banyak dilakukan oleh sebagianpenulis dan pengarang, karena yang demikian itu terkandung penyelisiahanterhadap perintah Allah subhanahu wata'ala di dalam kitabnya yang mulia:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِوَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.

"Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlahsalam penghormatan kepadanya." (Al-Ahzab: 56)

Bersamaan dengan itu tidaklah tercapai dengan sempurna maksud disyari'atkannyashalawat dan hilanglah keutamaan yang terdapat pada penulisan shallallahu'alaihi wasallam dengan sempurna. Dan bahkan terkadang pembaca tidak perhatiandengannya atau tidak paham maksudnya (jika hanya ditulis 'SAW')[2]. Dan perludiketahui bahwa menyingkat shalawat dengan singkatan yang seperti ini telahdibenci oleh sebagian ahlul 'ilmi dan mereka telah memberikan peringatan agarmenghindarinya.

Ibnush Shalah di dalam kitabnya 'Ulumul Hadits' atau yang dikenal dengan'Muqaddamah Ibnish Shalah' pada pembahasan yang ke-25 tentang 'penulisan haditsdan bagaimana menjaga kitab dan mengikatnya' berkata:

"Yang kesembilan: hendaknya menjaga penulisan shalawat dan salam kepadaRasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika menyebut nama beliau dan janganmerasa bosan untuk mengulanginya (penulisan shalawat tersebut) jika terulang(penyebutan nama beliau) karena sesungguhnya hal itu merupakan faidah terbesaryang tergesa-gesa padanya para penuntut hadits dan para penulisnya (sehinggasering terlewatkan, pent). Dan barangsiapa yang melalaikannya, maka sungguh diatelah terhalangi dari keberuntungan yang besar. Dan kami melihat orang-orangyang senantiasa menjaganya mengalami mimpi yang baik, apa yang mereka tulisdari shalawat itu merupakan do'a yang dia panjatkan dan bukan perkataan yangdiriwayatkan. Oleh sebab itu tidak ada kaitannya dengan periwayatan, dan tidakboleh mencukupkan dengan apa yang ada di dalam kitab aslinya.

Demikian juga pujian kepada Allah subhanahu wata'ala ketika menyebut nama-Nyaseperti 'azza wajalla, tabaraka wata'ala, dan yang semisalnya."

Sampai kemudian beliau mengatakan:

"Kemudian hendaknya ketika menyebutkan shalawat tersebut untuk menghindari duabentuk sikap mengurangi. Yang pertama, ditulis dengan mengurangi tulisannya,berupa singkatan dengan dua huruf atau yang semisalnya. Yang kedua, ditulisdengan mengurangi maknanya, yaitu dengan tanpa menuliskan 'wasallam'.

Diriwayatkan dari Hamzah Al-Kinani rahimahullahu ta'ala, sesungguhnya diaberkata:

"Dahulu saya menulis hadits, dan ketika menyebut Nabi, saya menulis'shallallahu 'alaihi' tanpa menuliskan 'wasallam'. Kemudian saya melihat Nabi shallallahu'alaihi wasallam di dalam mimpi, maka beliau pun bersabda kepadaku: 'Mengapaengkau tidak menyempurnakan shalawat kepadaku?' Maka beliau (Hamzah Al-Kinani)pun berkata: 'Setelah itu saya tidak pernah menuliskan 'shallallahu 'alaihi'kecuali saya akan tulis pula 'wasallam'.

Ibnush Shalah juga berkata:

"Saya katakan: Dan termasuk yang dibenci pula adalah mencukupkan dengan kalimat'alaihis salam', wallahu a'lam."

-Selesai maksud dari perkataan beliau rahimahullah secara ringkas-.

Al-'Allamah As-Sakhawi rahimahullahu ta'ala di dalam kitabnya 'Fathul MughitsSyarhu Alfiyatil Hadits lil 'Iraqi' berkata:

"Jauhilah -wahai para penulis- dari menyingkat shalawat dan salam kepadaRasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada tulisan engkau dengan dua hurufatau yang semisalnya sehingga penulisannya menjadi kurang sebagaimana yangdilakukan oleh Al-Kattani dan orang-orang bodoh dari kebanyakan kalangananak-anak orang 'ajam dan orang-orang awam dari kalangan penuntut ilmu. Merekahanya menuliskan "ص", "صم", atau "صلم" sebagai ganti shallallahu'alaihi wasallam. Yang demikian itu di samping mengurangi pahala karenakurangnya penulisannya, juga menyelisihi sesuatu yang lebih utama."

As-Suyuthi rahimahullah di dalam kitabnya 'Tadribur Rawi fi Syarhi TaqribinNawawi' berkata:

"Dan termasuk yang dibenci adalah menyingkat shalawat atau salam di sini dan disetiap tempat/waktu yang disyari'atkan padanya shalawat, sebagaimana yangditerangkan dalam Syarh Shahih Muslim dan yang lainnya berdasarkan firman Allahta'ala:

">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِوَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.

"Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlahsalam kepadanya." (Al-Ahzab: 56)"

Beliau juga berkata:

"Dan dibenci pula menyingkat keduanya (shalawat dan salam) dengan satu atau duahuruf sebagaimana orang yang menulis "صلعم",akan tetapi seharusnya dia menuliskan keduanya dengan sempurna."

-Selesai maksud perkataan beliau rahimahullah secara ringkas-.

Asy-Syaikh bin Baz kemudian mengatakan:

Dan wasiatku untuk setiap muslim, para pembaca, dan penulis agar hendaknyamencari sesuatu yang afdhal (lebih utama) dan sesuatu yang padanya ada ganjarandan pahala yang lebih, serta menjauhi hal-hal yang membatalkan ataumenguranginya.

Kita memohon kepada Allah subhanahu wata'ala agar memberikan taufiq untuk kitasemua kepada sesuatu yang diridhai-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah dan MahaMulia.

(Majmu' Fatawa wa Rasa'il Al-Imam Ibni Baz, II/397-399)

0 komentar:

Posting Komentar

jangan Lupa Commentnya...yua....